Minggu, 23 Oktober 2016

SEJARAH PAGUYUBAN SASTRA JENDRA HUYUNINGRAT PANGRUWATING DIYU

I. Sejarah Keilmuan
Sejarah keilmuan ini tidak terlepas dari kota Surakarta dan Karaton Surakarta Hadiningrat. Di mana tradisi budaya spiritual masih dijunjung tinggi. Sesepuh Paguyuban Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu adalah putra kelahiran Surakarta yang masih ketururan dari Sinuhun Paku Buwono X, bernama KPH. Darudriyo Sumodiningrat, SE. Beliau lahir pada Rebo Wage 11 Juli 1945.. Beliau putra dari BPH.Mr. Sumodiningrat (Pakar Tosan Aji/Perkerisan dan Sarjana Hukum Lulusan Leiden, Belanda). KPH. Darudriyo Sumodiningrat, SE yang lebih dikenal dengan sebutan Romo Ndaru, beliau dinyatakan oleh para sesepuh dan keluarganya yang masih berdarah Karaton Kasunanan Pakuwubono di Surakarta. Beliau adalah seseorang yang mendapatkan wahyu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu yang merupakan ilmu Jawa Kuno. Sejarahnya adalah pada tahun 1964, Romo Ndaru menderita sakit Panas dan selalu maracau selama 1 bulan. Suhu badannya sangat tinggi dan terkadang tidak sadarkan diri ini dialami hari demi hari. Selama menderita sakit Romo Ndaru sering merasa didatangi oleh seorang kakek baik dalam mimpi maupun secara sadar. Kakek ini memberikan wejangan-wejangan secara terus menerus. Hal ini dialami oleh Romo Ndaru selama sakit. Siapakah kakek yang mendatangi Romo Ndaru tersebut? Beliau adalah Susuhunan Paku Buwono X, di mana wajah beliau sangat dikenal karena di rumahnya terpampang foto paku Buwono X. Dengan demikian yang memberikan wejangan itu adalah kakek Romo Ndaru sendiri.ketika sudah sembuh dari sakit Romo Ndaru mulai tertarik pada misteri yang terjadi pada dirinya.
Romo Ndaru mulai menyepi di Gunung Lawu selama bebulan bulan. Berpindah dari bukit yang satu ke bukit lainnya. Dari Hargo Dumilah, Hargo Puruso. Romo Ndaru bertarak brata tirakat dengan makan apa adanya. Seperti pertapa pada jaman dahulu kala. Mulai saat itu mulailah Romo Ndaru dapat berkontleplasi dan mengendapkan apa yang telah diwejangkan Eyangnya kepada dirinya. Setelah selesai berkelana dan bertemu dengan sesepuh kejawen yang waskita untuk mengetahui misteri yang dialaminya maka dinyatakan bahwa apa yang didapat adalah Ilmu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu. Begitupun juga ayahnya sendiri menambahkan bahwa Ilmu tersebut adalah ilmu jawa Kuno yang juga turun kepada eyangnya yaitu Susuhunan Paku Buwono X. Ilmu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu ini menjadi andalan atau pegangan spiritual Karaton Paku Buwono hingga sekarang.


II. Pelembagaan Ajaran Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu
Seperti telah dikisahkan di atas, KPH Darudriyo Sumodiningrat memang benar menguasai dan dapat menerangkan Ilmu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu secara ilmiah. Oleh karena itu mulailah banyak orang berdatangan, baik teman dekat maupun masyarakat Solo dan sekitarnya. Mereka meminta wejangan kepada Romo Ndaru. Bahkan banyak sesepuh Kejawen dan spiritual di sekitar Solo ikut mengasah ulang meminta untuk diwejang ilmu (ngangsu Kawruh ) oleh KPH Darudriyo Sumodiningrat.
Pada tahun 1965 dimana saat itu usia dari KPH Darudriyo masih sangat muda, beliau ikut berkiprah untuk menanggapi situasi yang sangat mengerikan dan menentang paham Komunisme pada tahun itu. Yang diupayakan oleh KPH Darudriyo adalah Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu ini dogmanya adalah “Mengakui Adanya Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Segalanya”. Maka dengan demikian Ilmu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu sangat bertentangan dengan ajaran Komunisme. Pada saat itu KPH Darudriyo bersama sahabat dan juga murid-muridnya ikut mengamankan PANCASILA dan Bhineka Tunggal Ika. Karena pada waktu itu penghayat Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu tidak ikut partai politik, maka dengan demikian dapat langsung “Cancut Taliwondo” untuk mengatasi situasi pada tahun 1965/1966 dalam rangka Bela Negara secara murni.
Pada saat itulah mulai dibentuk “Paguyuban” dengan narasumber atau “Sesepuh” yaitu KPH. Darudriyo Sumodiningrat, SE. Dengan berjalannya waktu KPH. Darudriyo Sumodingrat, SE hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan “Topo Ngrame” .
Ajaran Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu ini terus berkembang dari tahun ke tahun hingga saat ini. Karena ajaran ini merupakan suatu “Kepercayaan” yang dilindungi oleh UUD’45 Pasal 29 ini disadari dan dibutuhkan oleh segenap lapisan masyarakat.
Menyadari bahwa paguyuban adalah sebuah organisasi masa , maka dibentuklah kepengurusan baik di tingkat Pusat maupun di daerah. Kelengkapan administrasi baik AD/ART telah dinotariskan dan telah diinventaris pada Kementrian Pendidikan Nasional dan juga telah didaftarkan pada Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia.

11 komentar:

  1. Good tp kalimatnya ada yg kurang greeret

    BalasHapus
  2. Ajaran KeTuhanan dalam nuansa jawa

    BalasHapus
  3. Ajaran leluhur yg patut kita lestarikan bersama
    Mohon info alamat cabang di Malang Jatim. Maturnuwun

    BalasHapus
  4. Cabang semarang di mana,mksh

    BalasHapus
  5. Mohon i fo untuk cabang di depok padepoksn sastro jendro

    BalasHapus
  6. Alkhamdulillah Hirobbil Aalamiin
    Sya Telah mengikuti WEJANGAN ILMU SASTRA JENDRA HAYUNINGRAT PANGRUWATING DIYU Di Tahun 2003

    BalasHapus
  7. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus