I. Sejarah Keilmuan
Sejarah keilmuan ini tidak terlepas dari
kota Surakarta dan Karaton Surakarta Hadiningrat. Di mana tradisi
budaya spiritual masih dijunjung tinggi. Sesepuh Paguyuban Sastra Jendra
Hayuningrat Pangruwating Diyu adalah putra kelahiran Surakarta yang
masih ketururan dari Sinuhun Paku Buwono X, bernama KPH. Darudriyo
Sumodiningrat, SE. Beliau lahir pada Rebo Wage 11 Juli 1945.. Beliau
putra dari BPH.Mr. Sumodiningrat (Pakar Tosan Aji/Perkerisan dan Sarjana
Hukum Lulusan Leiden, Belanda). KPH. Darudriyo Sumodiningrat, SE yang
lebih dikenal dengan sebutan Romo Ndaru, beliau dinyatakan oleh para
sesepuh dan keluarganya yang masih berdarah Karaton Kasunanan Pakuwubono
di Surakarta. Beliau adalah seseorang yang mendapatkan wahyu Sastra
Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu yang merupakan ilmu Jawa Kuno.
Sejarahnya adalah pada tahun 1964, Romo Ndaru menderita sakit Panas dan
selalu maracau selama 1 bulan. Suhu badannya sangat tinggi dan terkadang
tidak sadarkan diri ini dialami hari demi hari. Selama menderita sakit
Romo Ndaru sering merasa didatangi oleh seorang kakek baik dalam mimpi
maupun secara sadar. Kakek ini memberikan wejangan-wejangan secara terus
menerus. Hal ini dialami oleh Romo Ndaru selama sakit. Siapakah kakek
yang mendatangi Romo Ndaru tersebut? Beliau adalah Susuhunan Paku Buwono
X, di mana wajah beliau sangat dikenal karena di rumahnya terpampang
foto paku Buwono X. Dengan demikian yang memberikan wejangan itu adalah
kakek Romo Ndaru sendiri.ketika sudah sembuh dari sakit Romo Ndaru mulai
tertarik pada misteri yang terjadi pada dirinya.
Romo Ndaru mulai menyepi di Gunung Lawu selama bebulan bulan. Berpindah
dari bukit yang satu ke bukit lainnya. Dari Hargo Dumilah, Hargo Puruso.
Romo Ndaru bertarak brata tirakat dengan makan apa adanya. Seperti
pertapa pada jaman dahulu kala. Mulai saat itu mulailah Romo Ndaru dapat
berkontleplasi dan mengendapkan apa yang telah diwejangkan Eyangnya
kepada dirinya. Setelah selesai berkelana dan bertemu dengan sesepuh
kejawen yang waskita untuk mengetahui misteri yang dialaminya maka
dinyatakan bahwa apa yang didapat adalah Ilmu Sastra Jendra Hayuningrat
Pangruwating Diyu. Begitupun juga ayahnya sendiri menambahkan bahwa Ilmu
tersebut adalah ilmu jawa Kuno yang juga turun kepada eyangnya yaitu
Susuhunan Paku Buwono X. Ilmu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating
Diyu ini menjadi andalan atau pegangan spiritual Karaton Paku Buwono
hingga sekarang.
II. Pelembagaan Ajaran Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu
Seperti telah dikisahkan di atas, KPH
Darudriyo Sumodiningrat memang benar menguasai dan dapat menerangkan
Ilmu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu secara ilmiah. Oleh
karena itu mulailah banyak orang berdatangan, baik teman dekat maupun
masyarakat Solo dan sekitarnya. Mereka meminta wejangan kepada Romo
Ndaru. Bahkan banyak sesepuh Kejawen dan spiritual di sekitar Solo ikut
mengasah ulang meminta untuk diwejang ilmu (ngangsu Kawruh ) oleh KPH
Darudriyo Sumodiningrat.
Pada tahun 1965 dimana saat itu usia dari KPH Darudriyo masih sangat
muda, beliau ikut berkiprah untuk menanggapi situasi yang sangat
mengerikan dan menentang paham Komunisme pada tahun itu. Yang diupayakan
oleh KPH Darudriyo adalah Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu
ini dogmanya adalah “Mengakui Adanya Tuhan Yang Maha Esa dan Maha
Segalanya”. Maka dengan demikian Ilmu Sastra Jendra Hayuningrat
Pangruwating Diyu sangat bertentangan dengan ajaran Komunisme. Pada saat
itu KPH Darudriyo bersama sahabat dan juga murid-muridnya ikut
mengamankan PANCASILA dan Bhineka Tunggal Ika. Karena pada waktu itu
penghayat Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu tidak ikut partai
politik, maka dengan demikian dapat langsung “Cancut Taliwondo” untuk
mengatasi situasi pada tahun 1965/1966 dalam rangka Bela Negara secara
murni.
Pada saat itulah mulai dibentuk “Paguyuban” dengan narasumber atau
“Sesepuh” yaitu KPH. Darudriyo Sumodiningrat, SE. Dengan berjalannya
waktu KPH. Darudriyo Sumodingrat, SE hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan
“Topo Ngrame” .
Ajaran Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu ini terus berkembang
dari tahun ke tahun hingga saat ini. Karena ajaran ini merupakan suatu
“Kepercayaan” yang dilindungi oleh UUD’45 Pasal 29 ini disadari dan
dibutuhkan oleh segenap lapisan masyarakat.
Menyadari bahwa paguyuban adalah sebuah organisasi masa , maka
dibentuklah kepengurusan baik di tingkat Pusat maupun di daerah.
Kelengkapan administrasi baik AD/ART telah dinotariskan dan telah
diinventaris pada Kementrian Pendidikan Nasional dan juga telah
didaftarkan pada Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia.